MEMAHAMI
FILSAFAT DALAM DIRI MANUSIA
Oleh:
Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi
oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit,M.A
pada
hari Kamis, 9 Oktober 2014)
Yang
ada dan yang mungkin ada akan mengarungi lautan kontemporer dan mengalir terus
sampai akhir jaman. Filsafat yang ada dalam diri manusia melahirkan aliran
rasionalisme dan empirisme.
1.
Rasionalisme
Yang
tetap ada di dalam pikiranmu sehingga berpikir dengan menggunakan Rasio. Apa
yang engkau pikirkan bersifat tetap sehingga melahirkan aliran Rasionalisme. Tokoh
yang mempelopori rasionalisme adalah Renneth Deccartes. Ilmu berdasarkan
rasio/logika.
2.
Empirisme
Apa
yang engkau pikirkan berdasarkan pengalaman sehingga melahirkan aliran
Empirisme dengan tokoh David Hume. Ilmu berdasarkan pengalaman.
Dari
kedua aliran tersebut, rasionalisme melawan pengalaman. Jadi jika Permenides
mengatakan “tiadalah segala sesuatu yang berubah semuanya bersifat tetap”.
Seperti manusia tetap manusia, langit tetap langit, laut tetap laut, bumi tetap
bumi, air tetap air tak akan berubah satu tetap satu, Tuhan tetap tuhan, umat
tetap umat. Tapi Heraclitos mengatakan “tidak ada yang tetap, segala sesuatu
itu pastilah berubah”. Oleh karena itu kita harus mempelajari filsafat dengan
memahami rasionalisme dan pengalaman sehingga terlihat berbeda dengan yang
tidak mempelajarinya. Karena dengan mempelajarinya kita akan menjadi sensitif.
Dan jika ada sesuatu yang membahayakan bagi diri kita, kita bisa
mengantisipasi. Jadi dalam belajar filsafat ini adalah upaya kita mengembangkan
sensor agar sensor menjadi sensitif.
Sebagai
contoh mempelajri filsafat, dalam pewayangan ada istilah dewa. Ada dewa laut,
dewa air, dewa angin dan lain-lain. Dewa laut berarti induknya/penunggunya laut.
Jika kita ibaratnya laut itu ilmu, ya berarti induknya ilmu. Dalam pewayangan
Bima masuk ke telinga dewa ruci untuk menemukan hakekat yang ada dan yang mungkin
ada yaitu sejatinya hidup. Jika kita ambil contoh mahasiswa, maka kuliah ini
sebagai upaya untuk mengembangkan sensor karena mendapatkan ilmu. Sebenernya dimanapun
kita berada, entah di jalan entah di pasar dan dimanapun pasti kita mendapatkan
ilmu. Ketika kita telah mendapatkan ilmu maka sensor kita akan lebih sensitif
terhadap ruang dan waktu dengan catatan sensor itu juga harus diarahkan mau
kemana. Seiring dengan berjalannya lautan kontemporer maka ilmu pun berubah.
Bermula dari jaman gereja pada abad 13-15 M dimana manusia mengalami traumatis.
Berlanjut ke abad gelap dan kehidupan saat ini berada pada fase pos-pos modern
Pos modern adalah jaman untuk pengabdian kepada masyarakat. Untuk bisa mengabdi
kepada masyarakat harus mengerti ilmu pos modern. Namun, pendapat mengenai ilmu
itu tidak pasti sama. Selalu ada perbedaan. Munculah keberanian deccartes dan
D.Hume untuk mengatakan pendapatnya mengenai ilme. “Tiadalah ilmu jika tidak
berdasarkan rasio (Deccartes) dan “tiadalah ilmu jka tidak berdasarkan
pengalaman (D.Hume). Karena perbedaan itulah datanglah Emanuel Kant sebagai
juru tengahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar