KONTRADIKSI SANG ANAK MANUSIA
Oleh:
Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi
oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A
pada
hari Kamis, 2 Oktober 2014)
Hidup
adalah pilihan, karena pilihan itulah maka bisa muncul kontradiksi, dan karena
kontradiksi itulah maka dimungkinkan muncul kreasi dan inovasi. Kontradiksi meliputi
yang ada dan yang mungkin ada. Namun, jika ingin terbebas dari kontradiksi
berhentilah hidup di dunia dan berpindahlah ke akhirat. Kontradiksi adalah
suatu identitas. Jika manusia masih ada di dunia ini kontradiksi akan selalu
ada. Namun tidak jarang diantara kita tidak cukup memiliki kesiapan mental dalam
menyikapi kontradiksi hidup. Dampaknya bisa dilihat adanya diskusi menjadi
debat, debat menjadi marah, marah menjadi caci maki, caci maki menjadi benci,
dan benci menjadi anarki. Sebenarnya itu tidak perlu terjadi jika semua dalam bingkai
etik dan manusia harus bersyukur karena mengetahui adanya kontradiksi.
Begitupun
dengan anak dan orangtua. Anak dan orangtua adalah hubungan antara subyek dan
predikat. Hubungan subyek sama dengan predikat itu tidak mungkin terjadi karena
semua itu hanyalah milik Allah SWT. Yang berarti bahwa di dalam hubungan anak
dan orangtua penuh dengan kontradiksi. Oleh karena itu, kedekatan antara orang
tua dan anak sangat penting agar bisa terjalin hubungan yang baik. Dengan
kedekatan / hubungan emosi yang terjalin dengan baik, maka sang anak pun akan
lebih mudah dinasihati saat berbuat kesalahan. Berbeda dengan orang tua yang
tidak memiliki kedekatan dengan anak. Dia akan lebih suka mendengarkan
kata-kata orang lain, daripada orang tuanya. Itulah sebabnya, hubungan emosi
antara orang tua dan anak perlu dibangun sejak dini. Banyak orang tua karena
berbagai sebab, tidak memiliki kedekatan emosi dengan sang anak.
Orang tua adalah pintu surga yang paling
tengah. Oleh karena itu, sebagai seorang anak kita harus
bisa berbakti kepada orantua. Walaupun kontradiksi itu selalu ada. Itulah
sebenar-benar ilmu. Itulah sebenar-benar rakhmat. Kita harus menyadari
kelemahan kita dan selalu mohon ampun kehadirat Nya. Maka sebenar-benar filsafat
itu adalah refleksi. Refleksi itu artinya melihat diri sendiri. Belumlah engkau
dikatakan belajar filsafat jika engkau belum mampu melihat dirimu sendiri. Maka
untuk menggapai kesempatan, belajar dan selalu belajarlah, membaca dan selalu
membacalah, bertanya dan selalu bertanyalah, berdoa dan selalu berdoalah.
Ikutilah kuliah filsafat dan bacalah elegi-elegi tanpa prasyarat apapun. Inilah
kesempatan yang baik untuk belajar salah satunya belajar menjadi anak yang baik
yang berbakti kepada orangtua. Maka raihlah kesempatan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar