Rabu, 08 Oktober 2014

REFLEKSI 1



KONTRADIKSI SANG ANAK MANUSIA
Oleh: Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A
pada hari Kamis, 2 Oktober 2014)

Hidup adalah pilihan, karena pilihan itulah maka bisa muncul kontradiksi, dan karena kontradiksi itulah maka dimungkinkan muncul kreasi dan inovasi. Kontradiksi meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Namun, jika ingin terbebas dari kontradiksi berhentilah hidup di dunia dan berpindahlah ke akhirat. Kontradiksi adalah suatu identitas. Jika manusia masih ada di dunia ini kontradiksi akan selalu ada. Namun tidak jarang diantara kita tidak cukup memiliki kesiapan mental dalam menyikapi kontradiksi hidup. Dampaknya bisa dilihat adanya diskusi menjadi debat, debat menjadi marah, marah menjadi caci maki, caci maki menjadi benci, dan benci menjadi anarki. Sebenarnya itu tidak perlu terjadi jika semua dalam bingkai etik dan manusia harus bersyukur karena mengetahui adanya kontradiksi.
Begitupun dengan anak dan orangtua. Anak dan orangtua adalah hubungan antara subyek dan predikat. Hubungan subyek sama dengan predikat itu tidak mungkin terjadi karena semua itu hanyalah milik Allah SWT. Yang berarti bahwa di dalam hubungan anak dan orangtua penuh dengan kontradiksi. Oleh karena itu, kedekatan antara orang tua dan anak sangat penting agar bisa terjalin hubungan yang baik. Dengan kedekatan / hubungan emosi yang terjalin dengan baik, maka sang anak pun akan lebih mudah dinasihati saat berbuat kesalahan. Berbeda dengan orang tua yang tidak memiliki kedekatan dengan anak. Dia akan lebih suka mendengarkan kata-kata orang lain, daripada orang tuanya. Itulah sebabnya, hubungan emosi antara orang tua dan anak perlu dibangun sejak dini. Banyak orang tua karena berbagai sebab, tidak memiliki kedekatan emosi dengan sang anak.
Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Oleh karena itu, sebagai seorang anak kita harus bisa berbakti kepada orantua. Walaupun kontradiksi itu selalu ada. Itulah sebenar-benar ilmu. Itulah sebenar-benar rakhmat. Kita harus menyadari kelemahan kita dan selalu mohon ampun kehadirat Nya. Maka sebenar-benar filsafat itu adalah refleksi. Refleksi itu artinya melihat diri sendiri. Belumlah engkau dikatakan belajar filsafat jika engkau belum mampu melihat dirimu sendiri. Maka untuk menggapai kesempatan, belajar dan selalu belajarlah, membaca dan selalu membacalah, bertanya dan selalu bertanyalah, berdoa dan selalu berdoalah. Ikutilah kuliah filsafat dan bacalah elegi-elegi tanpa prasyarat apapun. Inilah kesempatan yang baik untuk belajar salah satunya belajar menjadi anak yang baik yang berbakti kepada orangtua. Maka raihlah kesempatan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar