Rabu, 29 Oktober 2014

REFLEKSI 5



MEMAHAMI KONSISTENSI
Oleh: Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit,M.A
pada hari Kamis, 23 Oktober 2014)
Salah satu karya terbesar yang berhubungan dengan sikap, perubahan sikap, dan kepercayaan berada di bawah cakupan teori konsistensi. Semua teori konsistensi dimulai dengan dasar pikiran yang sama, yaitu orang lebih nyaman dengan konsistensi daripada inkonsistensi. Sementara itu, konsistensi adalah prinsip aturan utama dalam proses kognitif dan perubahan sikap yang dapat di hasilkan dari informasi yang mengacaukan keseimbangan ini.
Hakekat dari konsisten kembali pada prinsip dunia yang ditemukan oleh Immanuel Kant. Manurut Immanuel Kant prinsip dunia ada 2 yaitu
1.      Prinsip Identitas
Contoh:
a.    Aku sama dengan aku (Aku = aku)
Maksudnya ketika kita sudah turun ke bumi dan memiliki pengalamn maka kita tidak bisa menyebut aku adalah aku. Karena Aku adalah aku ada ketika kita terlahir ke bumi untuk selanjutnya setelah menjalani kehidupan kita tidak dapat menemui aku adalah aku kembali.
b.    Satu = satu
c.    I = I
d.   Dia = dia
e.    Yang ada = yang ada
Yang ada sama dengan yang ada itu tidak akan tercapai. Tercapai hanya jika diandaikan yakni hanya ada dalam pikiran atau justru ketika di akhirat. Apabila masih hidup di dunia seperti halnya gelas berisi air panas saat ini dan akan menjadi lebih dingin di waktu kemudian. Itu sebagai gambaran diri kita kemarin berbeda dengan diri kita sekarang dan berbeda pula dengan diri kita yang nanti. Karena ketika kita turun ke dunia kita sensitif terhadap ruang dan waktu.
Contoh-contoh tersebut merupakan hukum konsisten. Kita bisa dikatakan konsisten jika berhasil menemukan rumus identitas. Jadi sebenar-benarnya konsisten hanya ada dalam pikiran kita. Matematika murni/matematika formal/matematika aksiomatis berdasarkan definisi, definisis tidak boleh bertentangan dengan teoremanya tidak boleh bertentangan dengan lemmanya tidak boleh berkontradiksi dengan postulatnya sehingga dapat dikatakan konsisten. Maka pekerjaan orang matematika adalah mengadakan penelitian untuk menemukan teorema yang sebanyak-banyaknya. Teorema 1 hingga 1000 yang terpenting ia harus sama atau ia identitas. Matematika dikatakan salah jika ditemukan kontradiksi. Kontradiksinya matematika bukan berarti kontradiksi dunia namun berarti tidak konsisten. Artinya x tidak sama dengan x. Sehingga matematika itu benar ketika masih dipikirkan namun ketika sudah ditulis apalagi sudah diucapkan menurut filsafat dia itu adalah salah. Itulah sebenar-benarnya konsisten. Jadi kehidupan ini kodratnya adala kontradiksi karena tidak pernah subyek = subyek apalagi subyek dengan prediksi. Semua itu tidak akan pernah tercapai karena manusia sensitif terhadap ruang dan waku. Predikat termuat di dalam subyek atau obyek atau di dalam predikat yang lain. Jika subyeknya itu aku maka predikatnya itu adalah sifat-sifatku. Maka aku tidak akan pernah sama dengan sifatku. Maka jikalau air itu subyek maka predikatnya adalah teh, panas, manis. Dan panas sendiri meliputi yang ada dan yang mungkin ada.
Sebenar-benar hidup adalah hermeneutica yatu intekasi antara diam dan gerak. Sebener-benar manusia tidak akan pernah bisa mencapai konsisten namun berusaha untuk mencapai konsisten.
2.      Prinsip kontradiksi.
Kebenaran matematika menurut kaum Logicist-Formalist-Foundationalist adalah kebenaran yang terbebas dari ruang dan waktu, artinya benar bagi siapapun dan di manapun (Ruang), dan benar kapanpun (Waktu). Ini merupakan kontradiksinya kaum Logicist-Formalist-Foundationalist itu sendiri. Mengapa demikian? Karena kaum Logicist-Formalist-Foundationalist sangat memperhatikan semesta pembicaraan. Operasi 2 - 3 = ... akan ada hasilnya ketika semestanya setidaknya bilangan bulat. Demikian juga 2 x ... = 5 hanya akan ada hasilnya ketika semestanya setidaknya pada bilangan rasional. Bukankah ini bentuk keterikatannya dengan ruang? Jadi, sebenarnya kebenaran matematika itu tidak bisa terlepas dari ruang dan waktu. 

Apakah benar semua orang berfilsafat, karena semua orang memiliki potensi untuk berpikir. Dalam kajian ciri berpikir yang termasuk dalam kategori berpikir filsafat diantaranya adalah berpikir dengan membangun bagan kosepsional, berpikir secara holistik, berpikir tuntas, konsisten dan koheren.
Sifat berpikir filososfis lain adalan berpikir konsisten, dalam proses penyusunan esei, kita akan membuat sejumlah pertanyaan yang mencakup banyak segi yang berbeda mengenai pokok persoalan diangkat. Kita harus berhati-hati, apa yang dibahas tidak boleh bertentangan dengan apa yang diungkap. Konsistensi merupakan sifat yang harus dirangkaikan dalam berbagai argumentaasi. Karena kadang-kadang pertanyaan yang kompleks dapat mengandung inkonsistensi internal.
Selain berciri konsisten dalam berpikir filsafat juga harus tetap mempertahankan sifat Koheren, Suatu argumentasi atau pernyataan abstrak dan kongkret yang tidak didukung empirisme dapat menjadi tidak koheren ketika dalam keseluruhan argumentasi tidak memiliki arti. Seprti ketika kita memakai sebuah istilah, nilai koherensi akan timbul dari berbagai esei yang tidak menyatu bersama dalam keseluruhan yang koheren. Kemudian Inkoherensi dapat terjadi ketika sebuah argumentasi ysng bermakna ditempatkan dalam konteks yang tidak semestinya. Keseluruhan esei adalah tidak koheren, sejauh masih dipengaruhi oleh berbagai komponen yang tidak koheren.
Berpikir filsafat Koheren dan Konsisten yaitu berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan kaedah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya saling kait-mait antara satu konsep dengan konsep lainnya.

Rabu, 22 Oktober 2014

REFLEKSI 4



MEMAHAMI FILSAFAT ORANG JAHAT
Oleh: Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit,M.A
pada hari Kamis, 17 Oktober 2014)

Filsafat itu berada diluar pikiran. Emanuel Kant mengatakan jikalau engkau ingin memahami dunia tengoklah pada pikiranmu sendiri. Artinya yang diluar pikiran itu isomorfik. Apa yang ada diluar pikiran itu harus isomorfis dg pikiran kita. Apa yang kita pikirkan dapat dikatakan isomorfis jika dapat dipetakan. Berbeda halnya dengan partai politik, partai politik tidak cukup hanya di dalam dirimu sendiri namun harus bekerja sama dengan anggota yang lain. Sebagai contoh adalah ketua harus bekerjasama denga sekretaris, bendahara dan anggota-anggota yang lainnya. Namun jika ingin berfilsafat cukup secara mandiri/subjektif/individu.
Setiap orang berhak dan bisa berfilsafat. Apapun kondisi seseorang, apakah baik apakah jahat apakah kaya apakah miskin apakah salah apakah benar. Jahat disatu sisi bersama dengan salah bersama-sama dengan tidak baik bersama-sama dengan negatif. Sedangkan lawan dari jahat yaitu orang yang baik. Baik itu positif, benar, surga. Jadi karena filsafat itu bersifat pribadi maka dirimu bisa menjadi diri yang baik atau jahat. Filsafat bisa menjadi milik orang baik bisa menjadi milik orang jahat. Sebagai cotoh adalah Astina dan Pandhawa. Astina memiliki sifat jahat dan Pandhawa memiliki sifat baik. Maka Astina dan Pandhawa mempunyai filsafat. Jadi sebuah kewajaran jika manusia ada baik dan ada buruk karena sudah kodratnya memiliki filsafat.
Mengapa seseorang itu bisa dianggap jahat? Apakah ciri-cirinya? Dalam filsafat, orang jahat adalah orang yang tidak sehat dan orang baik adalah orang yang sehat. Orang yang jahat itu dis-harmoni dan orang yang sehat itu harmoni. Harmoni berarti sensitif terhadap ruang dan waktu. Sehingga berfilsafat adalah untuk mencari harmoni yaitu kesempurnaan hidup walaupun tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan hidup. Manusia diciptakan paling sempurna dalam ketidaksempurnaan. Namun, karena ketidaksempurnaan itu manusia bisa lebih mengerti hidup.

Selasa, 21 Oktober 2014

REFLEKSI 3



MEMAHAMI FILSAFAT DALAM DIRI MANUSIA
Oleh: Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit,M.A
pada hari Kamis, 9 Oktober 2014)
Yang ada dan yang mungkin ada akan mengarungi lautan kontemporer dan mengalir terus sampai akhir jaman. Filsafat yang ada dalam diri manusia melahirkan aliran rasionalisme dan empirisme.
1.      Rasionalisme
Yang tetap ada di dalam pikiranmu sehingga berpikir dengan menggunakan Rasio. Apa yang engkau pikirkan bersifat tetap sehingga melahirkan aliran Rasionalisme. Tokoh yang mempelopori rasionalisme adalah Renneth Deccartes. Ilmu berdasarkan rasio/logika.
2.      Empirisme
Apa yang engkau pikirkan berdasarkan pengalaman sehingga melahirkan aliran Empirisme dengan tokoh David Hume. Ilmu berdasarkan pengalaman.
Dari kedua aliran tersebut, rasionalisme melawan pengalaman. Jadi jika Permenides mengatakan “tiadalah segala sesuatu yang berubah semuanya bersifat tetap”. Seperti manusia tetap manusia, langit tetap langit, laut tetap laut, bumi tetap bumi, air tetap air tak akan berubah satu tetap satu, Tuhan tetap tuhan, umat tetap umat. Tapi Heraclitos mengatakan “tidak ada yang tetap, segala sesuatu itu pastilah berubah”. Oleh karena itu kita harus mempelajari filsafat dengan memahami rasionalisme dan pengalaman sehingga terlihat berbeda dengan yang tidak mempelajarinya. Karena dengan mempelajarinya kita akan menjadi sensitif. Dan jika ada sesuatu yang membahayakan bagi diri kita, kita bisa mengantisipasi. Jadi dalam belajar filsafat ini adalah upaya kita mengembangkan sensor agar sensor menjadi sensitif.
Sebagai contoh mempelajri filsafat, dalam pewayangan ada istilah dewa. Ada dewa laut, dewa air, dewa angin dan lain-lain. Dewa laut berarti induknya/penunggunya laut. Jika kita ibaratnya laut itu ilmu, ya berarti induknya ilmu. Dalam pewayangan Bima masuk ke telinga dewa ruci untuk menemukan hakekat yang ada dan yang mungkin ada yaitu sejatinya hidup. Jika kita ambil contoh mahasiswa, maka kuliah ini sebagai upaya untuk mengembangkan sensor karena mendapatkan ilmu. Sebenernya dimanapun kita berada, entah di jalan entah di pasar dan dimanapun pasti kita mendapatkan ilmu. Ketika kita telah mendapatkan ilmu maka sensor kita akan lebih sensitif terhadap ruang dan waktu dengan catatan sensor itu juga harus diarahkan mau kemana. Seiring dengan berjalannya lautan kontemporer maka ilmu pun berubah. Bermula dari jaman gereja pada abad 13-15 M dimana manusia mengalami traumatis. Berlanjut ke abad gelap dan kehidupan saat ini berada pada fase pos-pos modern Pos modern adalah jaman untuk pengabdian kepada masyarakat. Untuk bisa mengabdi kepada masyarakat harus mengerti ilmu pos modern. Namun, pendapat mengenai ilmu itu tidak pasti sama. Selalu ada perbedaan. Munculah keberanian deccartes dan D.Hume untuk mengatakan pendapatnya mengenai ilme. “Tiadalah ilmu jika tidak berdasarkan rasio (Deccartes) dan “tiadalah ilmu jka tidak berdasarkan pengalaman (D.Hume). Karena perbedaan itulah datanglah Emanuel Kant sebagai juru tengahnya.

REFLEKSI 2



MEMAHAMI OBJEK FILSAFAT
Oleh: Indah Pertiwi (P.Mat A_14709251002)
(Terinspirasi oleh perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit,M.A
pada hari Kamis, 9 Oktober 2014)

Filsafat itu tertuang dalam bentuk pikiran karena filsafat berasal dari dalam diri manusia. Objek filsafat meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada itu mempunyai tak terhingga sifat yang berdimensi. Salah satu sifat dari sekian banyak sifat adalah tetap dan berubah. Sejak awal manusia memikirkannya maka manusia itu sudah menemukan, manusia selalu bertanya atas segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada itu existence tetap atau berubah. Pendapat mengenai sifat filsafat dikemukakan oleh 2 filsuf yaitu Permenides dan Heraclitos. Permenides menyatakan yang ada dan yang mungkin ada itu tetap dikenal dengan Permenidisian. Sedangkan Heraclitos berpendapat lain yaitu yang ada dan yang mungkin ada itu pasti berubah dikenal dengan Heraclitosian. Manusia akan melalui lautan kontemporer tersebut tentu dengan adanya perbedaan pandangan. Seperti halnya dengan aliran filsafat. Ada 2 aliran filsafat yaitu
1.    Aliran Filsafat Idealisme
Sifat yang paling dekat dengan tetap adalah yang ada di dalam diri manusia yakni yang dicita2kan yang diidealkan yang dipikirkan sehingga yang tetap ini sejalan dengan yang ada di dalam pikiran. Jadi sifat tetap ini yang menonjol di dalam pikiran manusia. Tokoh aliran Filsafat idealisme adalah Plato.
2.    Aliran Filsafat Realisme
Sifat berubah ada diluar pikiran manusia. Aliran ini dipelopori oleh murid Plato yaitu Aristotheles.
Jika dilihat dari segi jumlah yang ada dan yang mungkin ada dibagi menjadi :
1.    Satu(monisme)
Satu (monisme) itu relatif tetap yang biasanya menunjuk ke arah spiritual. Spiritualnya satu adalah Tuhan maka menghasilkan monisme.
2.    Dualisme
Dua menghasilkan dualisme. Sebagai contoh adalah Pancasila. Pancasila itu dualisme karena Habbluminallah dan habluminnanas.
3.    Pluralisme (banyak)
Kalo banyak (semakin turun ke bawah) hanya memikirkan dunia sehingga menjadi pluralisme.
Yang ada dan yang mungkin ada bersama sifat yang berdimensi tersebut akan terus mengalir sampai ke ujung pantai yang dinamakan lautan kontemporer. Lautan kontemporer yang penuh dengan pos-pos modern. Lautan kontemporer adalah kehidupan. Manusia saat ini hidup di lautan kontemporer dan belajar filsafat sebagai napak tilas sejarah pemikiran ide atau gagasan oleh para filsuf/pemikir sehingga saat ini ada yang tetap dan ada yang berubah. Menurut Emanuel kant, kalau engkau ingin melihat dunia maka tengoklah apa yang ada dipikiranmu. Karena dunia persis seperti yang engkau pikirkan.